Thursday, May 23, 2019

Soto Daging seharga 14 RM


#Edu Trip ABA Homeschooling Group 2019 (Umrah plus Thaif - Turkiye) part 3


Para Murid ABA bersama Bunda Nur, pemilik ABA Homeschooling Group


Waktu menunjukkan 08.30, saat pesawat Malindo Air mendarat di KLIA, Kuala Lumpur International Airport. Waktu di Kuala Lumpur, satu jam lebih cepat dari waktu di Jakarta. Sesuai itinerary, rombongan harus melakukan proses imigrasi, custom clearance, dan pengambilan bagasi, secara mandiri, maklum semi backpackeran. Untuk selanjutnya, makan siang, dan menunggu waktu untuk terbang ke Madinah, menggunakan pesawat maskapai Saudia. 

Rombongan memang terlihat berbeda, maklum 28 orang, dengan 28 koper yang seragam, dan seragam batik yang cantik, kata pramugari Malindo Air. Nggak percaya cantiknya Batik rombongan edu trip ABA, lihat photo berikut ya :



Dari Level 3 KLIA, rombongan naik ke Level 4, harus naik Lift, beberapa troli, dengan tumpukan 5 koper per troli, nggak mungkin kan naik eskalator. ternyata "Food Paradise" belum siap, untuk melayani 28 orang sekaligus, di jam sepagi itu. Sehingga rombongan bergerak turun lagi, ke level 2, ada "Food Garden" di sana. 


Dari begitu banyak jenis makanan yang ada, di "Food Garden", Pimpinan rombongan, memilih nasi lemak, menu yang memang bisa diterima semua, kecil-besar, anak-anak maupun orang tua. Sembari menunggu pesanan datang, saya iseng-iseng melihat lapak-lapak yang lain. Akibatnya jadi lapar mata, saat melihat semangkok soto daging, yang mengepul kuah nya. Segar sekali, kelihatannya, setelah semalaman belum tidur. 


Selepas antri sejenak, saya pun memesan, dan menanyakan harga nya. "14 RM saja", kata mbak penjual yang orang malaysia itu. Saat membuka dompet, dan melihat lembaran uang yang ada, baru lah saya tersadar. Di dompet itu, hanya ada uang Rupiah, Dollar Amerika, Real Saudi, dan Lira Turki. Tidak ada uang RM atau Ringgit Malaysia di sana. Ternyata saya tidak menyiapkan diri, untuk membeli sesuatu di Malaysia, toh hanya transit beberapa jam, pikir saya.


Maka buru-buru saya minta maaf, meminta Soto yang terlanjur disiram kuah untuk disimpan, dan "Ngacir" mencari tempat penukaran uang. Dengan tergopoh-gopoh, saya mencari "money changer" yang ada di level 2, untuk mencari uang pembayaran, soto daging, senilai kurang lebih 45 ribu rupiah itu. Set-Set-Wet, dapat uang RM nya, segera balik ke level 3, untuk menjemput soto daging, yang berkuah mengepul itu. 


Dengan semangkok soto daging itu, yang kuahnya mengepul itu, di tangan, saya kembali ke meja untuk duduk dengan Kakak Sabrina, putri sulung kami. Napas masih "ngos-ngos"an, maklum mengejar RM untuk soto berkuah mengepul itu. Di meja juga tersedia dua piring nasi lemak yang dipesan pimpinan rombongan.

Namun, inilah kenyataan hidup seorang ayah, ketika putrinya, dengan santai, berkata “Ayah, boleh nggak aku makan soto nya ? Nasi lemak nya kelihatannya pedes, aku nggak suka pedes”. 

Memang ada kuah merah yang disiram di atas nasi lemak itu. Maka soto daging berkuah mengepul itu, benar-benar hanya jadi mimpi. Mau membeli lagi, sayang dua piring nasi lemak yang sudah tersaji di meja.... ya sudah lah, mungkin itulah fungsi seorang ayah mendampingi putrinya


Semangkok soto daging berkuah mengepul yang habis dimakan Kakak Sabrina

Semoga suatu saat, ada kesempatan menikmati semangkok soto daging seharga 14 RM itu.....semoga.....



Tetap Semangat dan Terus Bergerak

Tuesday, May 21, 2019

"Kalah Antri" karena "Kalah Semangat"


#Edu Trip ABA Homeschooling Group 2019 (Umrah plus Thaif - Turkiye) part 2


Delapan Mujahid-Mujhidah ABA pada Edu Trip ABA Homeschooling Group 2019



Sebenarnya, sudah sangat jelas, tertulis dengan huruf tebal, di "Itinerary Umroh + Turki ABA Edu Trip 2019" itu : 

04.15 WIB Diharapkan semua Jamaah sudah dalam keadaan berwudhu

04.30 WIB Menunggu adzan shubuh di mushola area ruang tunggu mengingat waktu boarding sangat dekat dan antrian sholat akan panjang.

04.41 WIB Sholat Shubuh

05.00 WiB Boarding

Namun sikap "merasa berpengalaman", membuat saya terlena, dan mengandalkan kata "biasanya". Biasanya, kalau terbang naik pesawat jam segitu, sebagian besar penumpang akan memilih sholat di atas pesawat, jadi kemungkinan besar, mushola di terminal agak sepi, dan lancar jaya lah kita melaksanakan sholat shubuh.

Dengan tenang, saat waktu menunjukkan jam 04.25 WIB, saya turun ke bawah, menuju mushola dan toilet yang berdekatan itu, dengan pikiran yang "Biasanya". Maksud hati hendak berwudhu, lanjut sholat di mushola, sekali lagi dengan tenang, karena "biasanya"....

Alangkah kagetnya saya, sesampai di bawah, mushola dan tempat wudhu, sudah penuh dengan antrian orang. Melongok ke dalam, saya terkagum-kagum, para murid ABA Homeschooling Group (yang lima mujahid plus yang tiga mujahidah itu) bersama beberapa orang tua pendamping, dan ibu-bapak gurunya, sudah memenuhi mushola itu. Belum lagi, sudah ada antrian beberapa orang dari rombongan di pintu mushola, dan tempat wudhu.

Pikir punya pikir, melihat kondisi yang ada, dengan beberapa orang tua pendamping yang juga senasib dengan saya, maksudnya senasib "kalah antrian", kami mengambil beberapa langkah yang "anti mainstream" :

- mengambil wudhu di wastafel toilet, hal yang agak tidak umum, apalagi terjadi pada rombongan ABA Homeschooling Group.

- melaksanakan sholat shubuh di area kosong, di tengah-tengah tempat duduk, ruang tunggu terminal.

Seumur hidup saya, baru kali itu, saya sholat shubuh, berjamaah lagi, di tempat seperti itu. Dalam kondisi biasa, mungkin ada perasaan malu atau "nggak enak hati" untuk melaksanakan sholat, apalagi berjamaah, pada kondisi seperti itu. Kemungkinan besar, saya akan memilih sholat di atas pesawat, dalam posisi duduk, seperti biasanya.

Tapi entah kenapa, melihat anak-anak ABA itu, yang penuh semangat itu, yang sudah sholat berjamaah di mushola itu, perasaan-perasaan di atas seolah hilang. Kita-kita, rasanya nyaman saja, sholat berjamaah di tengah (mungkin) tatapan penumpang yang menunggu boarding. Bahkan saat sudah ada panggilan untuk boarding, ada peserta rombongan, yang masbuk, yang tetap khusuk sholat, dan nyatanya tetap ditunggu hingga selesai untuk boarding.

Kejutan pertama, bahkan datang saat masih di bandara, masih di terminal keberangkatan 2D, belum juga terbang, naik pesawat, maskapai Malindo Air, menuju Kuala Lumpur.


Tetap Semangat dan Terus Bergerak
   




 

Wednesday, May 8, 2019

Bersiap untuk “Kejutan-Kejutan”


#Edu Trip ABA Homeschooling Group 2019 (Umrah plus Thaif - Turkiye) part 1

Peserta “Edu Trip ABA Homeschooling Group 2019 (Umrah plus Thaif - Turkiye)”dengan latar belakang masjid Quba


Waktu itu, tahun 2011, saat memilihkan sekolah untuk putri pertama kami, Kakak Sabrina, tidak pernah terbersit dalam pikiran, penulis akan mengalami sebuah “pengalaman berkesan”, di awal tahun 2019 ini. “Pengalaman” dalam bentuk perjalanan, “Umrah Plus”, “Plus”nya ke Thaif dan Turki, secara “agak backpackeran”. Tidak sepenuhnya “backpacker”, karena ada keterlibatan “Tour & Travel” dalam pelaksanaan perjalanannya. Tentu syarat dan ketentuan, yang berlaku di Arab Saudi, yang menjadi pertimbangan keterlibatan “Tour & Travel” tersebut.

Saat memilih Abdurrahman Bin Auf (ABA), yang di kemudian hari berkembangan menjadi ABA Homeschooling Group, untuk kakak Sabrina bersekolah, di Play Group (PG) waktu itu, pertimbangannya sangat simpel, Jarak. ABA Homeschooling Group berada di Perumahan Bumi Sentosa, Kelurahan Nanggewer Mekar, Cibinong, Bogor. Karena kami tinggal di sana, ke sekolah, kakak Sabrina dapat berjalan kaki, meski saat itu baru berusia 3 tahunan, tentu di antar pengasuhnya.

Tentu selain jarak, ada pertimbangan lain, meski ada juga Play Group / TK lain yang lebih dekat dari rumah kami. Yap di Perumahan Bumi Sentosa, ada dua PG/TK, salah satu nya ABA Homeschooling Group itu. Penyiapan pribadi untuk mujahid/ah (sebutan siswa di ABA Homeschooling Group), dan bekal kehidupannya, menyongsong masa depan, di dunia, dan akhirat, menjadi pertimbangan lain, yang lebih memantapkan pilihan sekolah, bagi kakak Sabrina.

Termasuk saat akhirnya kakak Sabrina, sudah memasuki usia Sekolah Dasar, pilihannya tetap melanjutkan SD di ABA Homeschooling Group, bukan ke SD Negeri, atau SD Islam, atau SD Islam Terpadu misalkan. Selain sudah “nyaman”, pertimbangan utama adalah kurikulumnya, yang dalam pemikiran kami, tidak mem”bebani” kakak Sabrina saat bersekolah. “Sekolah untuk bersenang-senang”, hal yang kami harapkan, saat kakak Sabrina, bersekolah di ABA Homeschooling Group itu.

Sebuah harapan, kakak Sabrina bisa mengembangkan diri sesuai potensinya, tidak harus menjadi si “segala bisa”, tapi pribadi yang siap menjemput masa depannya. Pengalaman saat di PG dan TK, perkembangan kakak Sabrina, terasa lebih alami dan anaknya lebih menikmati prosesnya, karena disesuaikan dengan potensi yang ada pada diri nya.

Salah satu metode, pengembangan kepribadian mujahid/ah ABA Homeschooling Group, adalah Edu Trip. Misalkan, di kelas 1 atau kelas 2, tidak boleh didampingi orang tua, para mujahid/ah itu melakukan perjalanan ke Singapura, selama beberapa hari. 

“Singapura ? ke luar negeri tanpa orang tua ?”, iya betul.... Pernah juga ber”mukim” selama beberapa minggu, di kampung Inggris, di Pare, Kediri, dan tentu tidak boleh ditemani orang tua nya.

Waktu pelaksanaan beberapa Edu Trip tersebut, meski hati berdebar-debar, karena tidak melihat langsung, rasanya adem-ayem saja. Apalagi melihat update informasi, melalui grup WA, yang dikirimkan ibu-ibu guru nya, “everything is Alright”.

Tapi senin malam, 18 Februari 2019, saat tengah malam itu, rasanya sungguh berbeda. Saat 24 orang (dari 29 orang) peserta Edu Trip, “Edu Trip ABA Homeschooling Group 2019 (Umrah plus Thaif - Turkiye)”, berkumpul di sekolah “ABA Homeschooling Group”, ada rasa yang “beda”. 

Apalagi saat semua peserta, yang 29 orang itu, berkumpul di terminal keberangkatan internasional, Bandara Soekarno-Hatta, ketika jam belum menunjukkan pukul 02.00 WIB, selasa,19 Februari 2019.

Dari 29 orang itu, ada lima orang mujahid (siswa laki-laki), dan tiga orang mujahidah (siswa perempuan), sisanya orang tua atau pendamping, pemilik sekolah, dan keluarga pemilik sekolah. 

Saat melihat delapan orang siswa itu, yang masih usia kelas 5 SD itu, berkumpul dan bertemu, “alarm” hati saya akan berbunyi, akan banyak kejutan selama perjalanan.

Perbedaan siapa yang mendampingi, ternyata tidak berpengaruh terhadap sikap dan tingkah laku, ketika mereka sedang berkumpul. Ada anak-anak yang didampingi kedua orang tuanya, tapi ada mujahidah yang hanya didampingi ayahnya saja, ada mujahid yang didampingi ayah atau ibunya saja, atau kakeknya saja, bahkan ada mujahid yang tanpa pendamping.

Kegembiraan, keceriaan, keberanian, anak-anak itu, saat bertemu dengan komunitasnya, membangkitkan predisi akan lahirnya banyak kejutan selama perjalanan “semi backpackeran” itu. 

Kejutan-kejutan yang sayang untuk dilewatkan. Kejutan-Kejutan yang menjadi bahan tulisan yang menarik untuk dibaca dan diikuti.



Tetap Semangat dan Terus Bergerak