"Menyalin". Menulis ulang. Hal itu yang penulis rasakan, saat membaca kembali dua tulisan sebelumnya, yang ini dan ini. Apa karena saking "nge-fans"nya, pada pak Dahlan Iskan, maka penulis hanya mampu "menyalin", menulis ulang, tulisan-tulisan pak Dahlan Iskan, dalam dua tulisan tersebut.
Pengaruh tulisan-tulisan pak Dahlan Iskan, sejak masih di Jawa Pos dulu, era CEO Note (saat pak Dahlan Iskan menjadi Dirut PLN), Manufacturing Hope (Pak Dahlan Iskan menjabat Menteri BUMN), New Hope, hingga saat ini di disway.id, ternyata terlalu melekat, untuk sekedar dijadikan referensi. Maka yang terjadi adalah "Menyalin". Menulis ulang, tadi.
Tulisan ini, mencoba untuk tidak "menyalin", atau "menulis ulang", apa-apa yang sudah ditulis oleh Pak Dahlan Iskan. Salah satu "pengaruh", yang tertanam di benak penulis, dari Pak Dahlan Iskan, yang banyak menulis tentang Tiongkok, (hingga ditulis berseri di website disway.id, di sini, sini, dan sini), adalah untuk "Melawan" Tiongkok, dengan cara "memanfaatkan", bukan membenci.
Menurut beliau, Tiongkok ibarat Vacuum Cleaner super raksasa. Sia-sia saja kita "marah-marah", menghancurkan Vacuum Cleaner, atau menyumbat slangnya, karena Tiongkok tidak mau menyedot pun, kita yang akan tersedot oleh "keraksasaan" kapasitas Tiongkok. "Membenci" Tiongkok, hanya akan "destruktif" untuk kedua belah pihak.
Salah satu cara "melawan" dengan "memanfaatkan", sudah dicontohkan beliau, dengan mengirim sebanyak-banyaknya anak muda Indonesia, untuk belajar di Tiongkok. Belajar bahasanya, belajar semangatnya, belajar budayanya, belajar cara Tiongkok untuk maju. Melalui Yayasan ITCC (Indonesia Tionghoa Culture Center), Pak Dahlan Iskan, setiap tahun mengirimkan ratusan mahasiswa untuk belajar di Tiongkok.
Tahun lalu jumlahnya 350 orang. Hebatnya, yang diberangkatkan, yang mau, tidak harus pintar, apalagi kaya. "orang mau mengubah nasib, tidak boleh ditolak", kata Andre So, koordinator ITCC, saat menjelaskan anak-anak Indonesia dari daerah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal), yang mendapatkan kesempatan belajar di Tiongkok, dengan beasiswa yang dikoordinatori ITCC.
Pak Dahlan Iskan bersama para "mahasiswa beliau" di Tiongkok via disway.id |
Cara yang lain untuk "melawan" Tiongkok, menurut pak Dahlan Iskan, sudah dilakukan oleh Rusdi Kirana, pemilik Lion Air. Lion Air berani membuka penerbangan, dari kota-kota "pedalaman" Tiongkok (Wuhan, Chongqing) langsung ke Manado. Masyarakat Tiongkok yang senang bepergian, membanjiri Manado, obyek-obyek wisata di sekitarnya, dengan Devisa "Yuan"nya.
Terobosan Lion Air, membuat Manado, dan obyek-obyek wisata di sekitarnya, dikunjungi puluhan ribu turis Tiongkok. Padahal penduduk Tiongkok, jumlahnya 1,3 Milyar orang, dan hobby jalan-jalan ke wisata alam yang masih perawan. Bayangkan besarnya aliran Devisa "Yuan", ke Indonesia, hanya dengan modal senyum, tentu senyum yang tulus. Asal mau, asal berani membuat terobosan seperti yang dilakukan Lion Air.
Ada juga cara "melawan" yang lain. Sehebat-hebatnya Tiongkok, ternyata juga punya titik lemah. Mereka tidak dapat menghasilkan buah tropik dan sayur tropik. Melawan mereka, dengan memanfaatkan titik lemah itu, sudah dibahas di tulisan sebelumnya, Revolusi orange. Memanfaatkan kekuatan serbu buah-buah tropik, yang dikelola secara korporasi. Pak Dahlan Iskan, pernah memulainya saat jadi menteri BUMN dulu, entah bagaimana kabarnya sekarang.
Setelah dibaca kembali, tulisan ini, ternyata saya terbukti tidak berhasil, saya kembali "menyalin" dan "menulis ulang", sesuatu yang pernah ditulis oleh pak Dahlan Iskan....tidak ringan memang, ya sudah lah, seterah pembaca sekalian saja menilainya....toh saya sudah berusaha......
Tetap Semangat dan Terus Bergerak
No comments:
Post a Comment